We
saw the Italian fans crying, and they were banging on the side of our
bus when we left the hotel. When we left Brussels, the Italians were
angry, understandably so; 39 of their friends had died. I remember well
one Italian man, who had his face right up against the window where I
was sitting. He was crying and screaming.
You feel for anybody who loses someone in those circumstances. You
go along to watch a game. You don’t go along expecting that sort of
ending, do you? Football’s not that important. No game of football is
worth that. Everything else pales into insignificance.
—Kenny Dalglish
Kopitesside-id - Setelah tragedi Hillsborough, ada tragedi lain yang menjadi kenangan
pahit bagi keluarga besar Liverpool, meski ini terbilang yang paling
kecil mengingat mereka bukan sebagai korban. Ya, tragedi Heysel akan selalu dikenang, tidak hanya bagi pendukung The Reds, namun yang paling utama justru fans Juventus karena mereka menjadi korbannya.
Ketika membicarakan pertemuan antara Liverpool dan Juventus di atas lapangan hijau, tentunya tidak akan lepas dari memori kelam yang terjadi pada 1985 itu.
Kronologi Tragedi Heysel
29 Mei 1985, final Liga Champions musim 1984/85 mempertemukan Juventus dan Liverpool di Stadion Heysel, Brussels, Belgia.
Kejadian ini sebenarnya bermula dari saling lempar batu antara suporter Juventus dan Liverpool di salah satu sudut stadion. Sekitar satu jam sebelum kick-off atau tepatnya pada pukul tujuh malam waktu setempat, kedua kelompok tersebut sudah mulai bersitegang. Tidak ada "pembatas" di antara mereka. Mayoritas dari 60.000 penonton yang menyesaki stadion sudah dimabuk minum-minuman pada hari itu. Saksi mata menyatakan, fans Juventus lebih dulu melempar batu ke arah bagian tempat duduk pendukung Liverpool. Tersengat, kubu Liverpool juga ikut melempat batu ke arah lawan. Rupanya kondisi kian memanas. Pendukung Liverpool yang memang unggul jumlah orang mengubah skenario dengan melakukan penyerangan dan merusak pagar pembatas. Padahal, pagar pembatas itu hanya berupa rantai berkawat.
Ketika membicarakan pertemuan antara Liverpool dan Juventus di atas lapangan hijau, tentunya tidak akan lepas dari memori kelam yang terjadi pada 1985 itu.
Kronologi Tragedi Heysel
29 Mei 1985, final Liga Champions musim 1984/85 mempertemukan Juventus dan Liverpool di Stadion Heysel, Brussels, Belgia.
Kejadian ini sebenarnya bermula dari saling lempar batu antara suporter Juventus dan Liverpool di salah satu sudut stadion. Sekitar satu jam sebelum kick-off atau tepatnya pada pukul tujuh malam waktu setempat, kedua kelompok tersebut sudah mulai bersitegang. Tidak ada "pembatas" di antara mereka. Mayoritas dari 60.000 penonton yang menyesaki stadion sudah dimabuk minum-minuman pada hari itu. Saksi mata menyatakan, fans Juventus lebih dulu melempar batu ke arah bagian tempat duduk pendukung Liverpool. Tersengat, kubu Liverpool juga ikut melempat batu ke arah lawan. Rupanya kondisi kian memanas. Pendukung Liverpool yang memang unggul jumlah orang mengubah skenario dengan melakukan penyerangan dan merusak pagar pembatas. Padahal, pagar pembatas itu hanya berupa rantai berkawat.
Kalah jumlah, pendukung Juventus berusaha mundur. Namun, mereka terhalang dengan tembok besar. Tembok stadion itu akhirnya runtuh akibat dorongan dan banyak jumlah orang di satu tempat. Akibatnya ada 39 korban meninggal, 32 orang merupakan pendukung Juventus dan tujuh lainnya adalah pendukung netral, yang terdiri dari empat orang Belgia, dua Prancis, dan satu Irlandia Utara. Mereka jatuh dan tertimpa reruntuhan material tembok.
Suporter Juventus yang lain berusaha melakukan balasan, namun usaha mereka dihalangi pihak kepolisian. Yang terjadi justru bentrok antara aparat kemananan itu dan suporter Juventus. Hampir dua jam kejadian bentrok ini berlangsung.
Pertandingan tetap dilangsungkan dan berakhir untuk kemenangan Juventus lewat gol tunggal Michel Platini, yang kini memimpin UEFA.
Kenny Dalglish, yang melihat kejadian tersebut dengan mata kepalanya sendiri saat menjadi pemain, tidak akan pernah melupakannya. "Faktanya, korban fatal tidak dialami fans Liverpool karena mereka bisa lari dengan melintas [arah lain]," ujar Dalglish.
"Kami melihat fans Italia menangis dan mereka memukul-mukul bagian luar bis ketika kami keluar meninggalkan hotel," ujar Dalglish lagi. "Ketika kami meninggalkan Brussels, sejumlah orang Italia marah-marah, dan memang bisa dipahami karena ada 39 rekannya yang meninggal dunia. Saya ingat betul ada seorang Italia, yang wajahnya tepat di bawah jendela tempat saya duduk. Ia menangis dan marah. Anda bisa rasakan bagaimana dia kehilangan seseorang dalam kondisi seperti itu. Anda pastinya tidak pernah berharap hal itu berakhir demikian," ujarnya lagi.
Mereka Yang Menjadi Korban
Berikut ini 39 korban yang meninggal akibat kerusuhan di Heysel:
Rocco Acerra | Loris Messore |
Bruno Balli | Gianni Mastrolaco |
Alfons Bos | Sergio Bastino Mazzino |
Giancarlo Bruschera | Luciano Rocco Papaluca |
Andrea Casula | Luigi Pidone |
Giovanni Casula | Bento Pistolato |
Nino Cerullo | Patrick Radcliffe |
Willy Chielens | Domenico Ragazzi |
Giuseppina Conti | Antonio Ragnanese |
Dirk Daenecky | Claude Robert |
Dionisio Fabbro | Mario Ronchi |
Jacques François | Domenico Russo |
Eugenio Gagliano | Tarcisio Salvi |
Francesco Galli | Gianfranco Sarto |
Giancarlo Gonnelli | Giuseppe Spalaore |
Alberto Guarini | Mario Spanu |
Giovacchino Landini | Tarcisio Venturin |
Roberto Lorentini | Jean Michel Walla |
Barbara Lusci | Claudio Zavaroni |
Franco Martelli |
Penyelidikan Kasus
Tragedi ini mendapat perhatian cukup besar. Pihak kepolisian Inggris kemudian turun tangan melakukan penyelidikan dari berbagai sumber. Ada sebuah film berdurasi 17 menit yang dijadikan sumber, begitu juga sejumlah foto yang merekam kejadian. Namun, hanya 27 orang, sebagian besar dari Merseyside, yang ditahan dengan tuduhan penganiayaan dan pembunuhan. 14 orang dari mereka (semuanya dari pendukung Liverpool) akhirnya resmi dinyatakan bersalah dan dipidana, hukuman penjara selama tiga tahun.
Pada 30 Mei 1985, UEFA membuat sebuah pernyataan, melalui penyidik resmi mereka, Gunter Schneider, yang isinya menyebut bahwa kesalahan sepenuhnya ada di pihak Liverpool.
Tragedi ini mengundang perhatian dari Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher. Pada 31 Mei 1985, ia mendesak agar tim-tim Inggris dilarang tampil di Eropa. Rupanya, peringatan itu diamini pihak UEFA dengan mengeluarkan keputusan resmi, semua klub Inggris dilarang bermain di Eropa untuk waktu yang belum ditentukan. Pada 6 Juni 1985, keputusan berlaku untuk di level dunia juga. Satu pekan kemudian, ada pernyataan pengecualian untuk pertandingan persahabatan. Semua sanksi tersebut tidak berlaku untuk timnas Inggris.
Kerugian buat klub-klub Inggris tidak berhenti di sini saja. Ada sebuah keputusan yang cukup berpengaruh pada sepakbola mereka adalah larangan bagi klub-klub Inggris untuk berkiprah di dunia selama lima tahun. Khusus untuk Liverpool, ada tambahan waktu tiga tahun, namun kemudian direvisi menjadi satu tahun saja.
Tregedi Heysel ini cukup berpengaruh bagi sepakbola di dalam negeri Inggris. Klub-klub Inggris yang seharusnya bisa tampil di level Eropa dan dunia, seperti Manchester United, Arsenal, Chelsea, Tottenham, Everton, dan Nottingham Forest, terpaksa tidak bisa bermain.
Tugu Peringatan
Tugu peringatan Tragedi Heysel didirikan dengan total biaya mencapai £140.000. Desainernya adalah seorang seniman asal Prancis. Tugu ini diresmikan tepatnya 20 tahun setelah kejadian tersebut, yakni pada 29 Mei 2005.
Tugu ini berbentuk jam matahari, yang di sekelilingnya dihiasi dengan batu-batuan yang berasal dari Belgia dan Italia. Ada 39 lampu bersinar untuk masing-masing korban. Ada juga sebuah puisi "Funeral Blues" yang diciptakan penyair Inggris, W. H. Auden.
Pemulihan Hubungan Liverpool-Juventus
Partai perdelapan-final Liga Champions 2005 mempertemukan Liverpool dan Juventus. Ini adalah pertemuan pertama kali setelah 20 tahun lamanya. Ada sejumlah gestur yang ingin menunjukkan agar hubungan keduanya membaik ketika pertandingan itu berlangsung di Anfield. Ian Rush dan Michel Platini membawa sebuah baner yang berisi pesan, "In Memory and Friendship": In Memoria e Amicizia.
Pihak The Kop juga membuat sebuah koreografi mosaik dengan tulisan "Amicizia (persahabatan)" yang ditujukan kepada para suporter Juventus. Maksdunya adalah permintaan kepada kubu suporter Juventus. Memang ada beberapa tifosi yang menyambut permintaan maaf tersebut, namun ada juga yang masih belum menerimanya karena mereka menganggap kenapa itu baru dilakukan setelah 20 tahun lamannya setelah kejadian menyedihkan itu
sumber : goal.com
amicizia...
BalasHapus